Hesperian Health Guides

Sekolah lapangan bagi petani

Pada bab ini:

Sekolah lapangan bagi petani mengajarkan program-program yang membantu petani mencari jalan keluar bagi masalah-masalah umum. Bersama dengan fasilitator yang terlatih, para petani mengajukan pertanyaan, berbagi pengalaman, dan membicarakan tentang apa yang sedang mereka pelajari. Sekolah lapangan petani juga membantu petani mengembangkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah, berorganisasi, dan kepemimpinan. Ketika mereka didorong untuk menghargai pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri, para petani jadi lebih mampu dalam mengembangkan cara usahatani tradisional dan membuat usahataninya lebih berkelanjutan.

People standing in a field of crops listen as a woman holding a plant speaks.
Para petani menemukan solusi bagi masalah dari pengalaman mereka dan di lahan mereka sendiri.
Petani PHT yang cermat meningkatkan produksi

Dengan berbekal pengetahuan yang digali dari Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan tekadnya mencukupi kebutuhan keluarga, petani Aep Saepudin dari Desa Sukapada,Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat berhasil meningkatkan panen padinya.

“Sebelum mengikuti Sekolah Lapangan, anggapan saya sawah hanya sekedar lahan yang ditanami padi yang tumbuh dengan sendirinya, lalu kalau sudah tiba waktunya dipanen. Ternyata kondisi sawah selalu berubah dari minggu keminggu” tutur Pak Aep.

Dari pengamatan yang cermat ia melihat tanaman padi yang ditanam sendiri banyak ditumbuhi gulma Jejagoan yang bentuknya mirip sekali dengan padi dan berkembang lebih cepat dari padi. Gulma ini mengeluarkan anakan yang tumbuh dipermukaan tanah. Sedangkan tanaman padi lebih sedikit anakannya karena ditanam lebih dalam, sehingga induk padi kesulitan mengeluarkan anakan. Selain itu, Jejagoan tumbuh dari satu biji tanaman sehingga leluasa mengeluarkan anakan tanpa persaingan dengan batang tanaman lain. Sedangkan dalam satu lubang padi biasanya di tanam petani 5-9 batang tanaman, sehingga ada persaingan antar batang tanaman.

2 people bend to tend a rice paddy which is labelled with a sign reading "Experiment #2."

Timbul keinginnya untuk melakukan uji coba di petak sawah seluas 28 meter persegi yang ia bagi dua. Sebagian di tanami dangkal serta jumlah batangan padi pada satu lubang dikurangi menjadi 1 sampai 3 batang. Sebagian lain di tanami seperti biasa. Ditemukan juga bahwa satu kebiasaan petani setempat tidak mendukung tanam dangkal, yaitu membersihkan akar benih yang dicabut dari persemaian sebelum ditanam disawah. Jika benih ditanam langsung tanpa dibersihkan sedalam satu ruas jari atau sekitar 2 cm, maka akar benih dapat mencengkram tanah lebih cepat.



Pada saat panen, Pak Aep berkesimpulan padi tanam dangkal tumbuh lebih serempak, anakan lebih banyak, gulma tumbuh lebih sedikit, hasil panen lebih banyak dan umur panen lebih pendek disamping lebih mengirit jumlah benih yang disebar. Setelah melakukan percobaan menanam dangkal empat musim berturut-turut dan mendapat hasil yang meningkat, keyakinan Pak Aep bertambah. Semula dia sebarkan hasil temuan ini kepada keluarga dan kerabat lalu banyak petani tetangga yang tertarik. “Pada saat percobaan yang keempat, petani yang lewat sawah saya melihat perbedaan and mereka tertarik untuk uji coba. Mereka mencoba cara tanam seperti saya di sawah masing-masing lalu hasilnya tidak berbeda dengan hasil panen saya” ungkapnya.

Sekarang tidak hanya petani-petani didesanya menggunakan cara tanam yang ia pelopori, tetapi juga petani lain di kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, Sumerdang, Bandung, dan Garut. Tidak heran jika Pak Aep sering diundang sebagai Petani Pemandu pada forum pelatihan teknis kegiatan Sekolah Lapangan Petani.


Halaman ini telah diperbarui pada tanggal:17 Nov 2022