Hesperian Health Guides
Bagaimana bahan beracun masuk ke tubuh kita
HealthWiki > Panduan masyarakat untuk kesehatan lingkungan > Bab 4: Hak-hak dan keadilan atas lingkungan > Bagaimana bahan beracun masuk ke tubuh kita
Makan dan minum (dicernakan) | Bernafas (penghirupan) |
dan | Melalui kulit (penyerapan) |
Semakin lama seseorang terpapar (kontak langsung dengan) suatu bahan kimia beracun, akibatnya makin berbahaya. Di Bhopal, ribuan orang terpapar sekaligus akibat menghirup gasnya dan yang menempel di kulit mereka. Ini adalah tragedi yang tidak terduga. Karena tragedi bahan kimia tidak dibersihkan dan bahan kimianya tersebar luas ke seluruh daerah di sekitar pabrik, racunnya merembes ke tanah dan ke dalam airtanah di bawah kota. Saat ini, setelah beberapa tahun sejak kejadian, orang masih meminum air yang mengandung racun. Inilah bagian dari tragedi yang terus berlanjut.
Baik dalam paparan racun berskala besar seperti yang terjadi di Bhopal atau paparan kecil seperti racun di dalam cat, bahan pelarut, atau produk biasa lainnya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah segera menjauh dari bahan kimia itu, atau jauhkan bahan-bahan tersebut dari Anda sehingga paparannya hanya sedikit. Setelah itu, lakukan usaha untuk mencegah agar tidak terpapar lagi. (Lebih jauh mengenai gangguan kesehatan akibat bahan kimia beracun, lihat Bab 16.)
Daftar isi
Perjuangan Korban LuSi (Lumpur Sidoarjo)
Akibat kelalaian perusahaan minyak dan gas bumi PT Lapindo Brantas, lumpur panas menyembur dari sumur Banjar Panji-1 di desa Renokenongo, kecamatan Porong, Sidoarjo - Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 2006. Sejak itu semburan lumpur mencapai 150.000 m3 setiap harinya. Tiga tahun kemudian, semburan lumpur yang sudah meluas belum berhasil dihentikan dan korban dari masyarakat yang tinggal di 15 desa-desa di sekitar sumur tersebut masih harus memperjuangkan hak mereka, menuntut tanggung jawab Lapindo, perlindungan dan keadilan pemerintah. Dari aliran lumpur yang dirasakan oleh para korban hingga hari ini, ada kemungkinan bencana semburan ini masih akan berlangsung puluhan tahun mendatang.
Selama 3 tahun luapan lumpur panas telah menimbulkan 13 korban jiwa, 14 luka-luka, 1 orang hilang dan setidaknya 21 ribu jiwa lebih atau 3.500 KK mengungsi, 12 desa dan + 350 ha lahan pertanian terendam lumpur, serta 23 bangunan sekolah dan tak kurang 20 perusahaan yang beroperasi di sekitar lingkungan harus di tutup. Kerusakan lingkungan disertai dengan dampak sosial, ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan sangat dirasakan masyarakat. Selain angka pengangguran yang meningkat akibat kehilangan pekerjaan, lumpur panas ini juga telah melumpuhkan transportasi jalan tol Gempol – Surabaya yang berakibat kerugian bagi perusahaan-perusahaan jasa angkutan, transportasi, dan ekonomi lainnya.
Kerugian yang diperkirakan mencapai angka Rp 33,27 triliun terdiri dari biaya penanganan sosial, pembersihan lumpur, perbaikan kerusakan ekologi, gangguan pertumbuhan ekonomi, pemulihan bisnis dan ekonomi, biaya kehilangan kesempatan (jangka waktu sangat pendek) dan ketidakpastian ekonomi akibat eskalasi dampak. Masyarakat kehilangan rumah, tanah milik, sumberdaya, matapencaharian, hubungan sosial-budaya dan harta. Mereka juga dihadapkan pada peningkatan resiko kesehatan yang ditimbulkan dari pemaparan logamlogam berat seperti arsenik, kadmium, kromium dan merkuri serta senyawa organik Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) dan gas Hydrogen Sulfide (H2S). Pemaparan secara kronis dapat menimbulkan kanker dan penyakitpenyakit lainnya dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun mendatang.
Berbagai kelompok korban Lusi sudah berulang kali berunjuk rasa di Surabaya dan Jakarta menuntut Lapindo dan Pemerintah segera membayar ganti rugi. Tapi setelah proses yang berlarut-larut dan janji palsu Lapindo kepada masyarakat, banyak korban yang belum menerima apa-apa dari perusahaan itu.
Perjuangan mereka masih panjang. Upaya hukum dilayangkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melawan enam pihak, di antaranya Pemerintah Indonesia cq Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PT Lapindo Brantas Incorporated yang intinya adalah menuntut hak-hak ekonomi, sosial dan budaya para korban yang tidak terpenuhi akibat pemerintah dan Lapindo gagal melaksanakan kewajiban hukumnya untuk melindungi dan memenuhi hak masyarakat. Pemerintah pun dianggap telah melanggar Undang-Undang 11/2005 tentang pengesahan Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).
Setelah melewati tahap persidangan yang panjang, diakhir Mei 2009 pengadilan Mahkamah Agung Indonesia telah menguatkan putusan di tingkat Pengadilan Negeri Sidoarjo dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur dengan menolak semua gugatan secara keseluruhan dan membebaskan pemerintah dan Lapindo dari gugatan perdata atas kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo.
Majelis menilai pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang diperlukan untuk menangani semburan lumpur yang terjadi sejak Mei 2006 dengan cara membentuk tim terpadu penanggulangan lumpur. Sedangkan PT Lapindo dinilai telah mengeluarkan banyak uang, di antaranya Rp1,6 triliun untuk para pengungsi dan untuk menangani semburan lumpur serta untuk membayar biaya jatah hidup untuk para pengungsi. Selain itu pengungsi juga sudah diungsikan ke Pasar Porong dengan angkutan yang disediakan Lapindo. Lapindo juga telah membayar biaya kontrak rumah para pengungsi dan menanggung biaya sekolah anak-anak para korban.
Namun ganti rugi belum diselesaikan. Banyak korban menyatakan mereka hanya menerima sebagian dari ganti rugi yang dijanjikan dan disepakati. Skema pembayaran 20:80 persen itu tidak pernah melihat pemenuhan janji setelah 20% ganti rugi diterima. Kasus ini masih terus berlanjut dan ratusan keluarga masih terlantar hingga pertengahan Juli 2009.
Mengusahakan perubahan
Mereka yang selamat dari Bhopal menginspirasi semua orang di seluruh dunia untuk bertindak demi memperjuangkan hak dan keadilan atas lingkungan dengan cara mengorganisir komunitas mereka agar berusaha untuk tetap sehat dan sejahtera. Prinsip-prinsip organisasi untuk mengurangi bahaya dari bahan kimia beracun telah terbukti bermanfaat:
- Menghindari racun dalam kehidupan sehari-hari. Gunakan bahan kimia yang tak beracun sebagai bahan pembersih di rumah, di lembaga, atau di tempat kerja. Jangan gunakan pestisida kimia atau pupuk kimia di halaman, memakan makanan yang ditanam tanpa bahan kimia, dan cucilah sayuran dan buah sampai bersih sebelum dimakan. Kemungkinan besar kita terpapar racun di lingkungan sekitar, maka kita harus memaksa pemerintah untuk berhenti memberi ijin kepada perusahaan-perusahaan memaparkan racun kepada warga masyarakat, terutama pada mereka yang rentan.
- Bersatu mencegah polusi. Gunakan beberapa bentuk aksi yang berbeda untuk mencegah terjadinya tragedi beracun, termasuk aksi mogok makan, aksi duduk, dan demonstrasi di jalan, selain juga aksi teaterikal, menggunakan media, internet, dan bentuk komunikasi lainnya untuk mengajarkan masyarakat. Jika sebuah pabrik melakukan polusi, carilah cara-cara lain agar karyawan tetap mempunyai mata pencarian karena semua orang memerlukan pekerjaan dan penghasilan.
- Memaksa perusahaan melakukan pembersihan. Meski hal ini sulit dicapai, menuntut perusahaan membersihkan tumpahan racunnya adalah bagian penting dari setiap perjuangan demi hak atas lingkungan yang sehat. Masyarakat setuju, meski perusahaan tidak setuju, bahwa perusahaan harus ikut bertanggungjawab untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan memperbaiki setiap kerusakan yang ditimbulkan.
- Menekan pemerintah untuk standar keselamatan yang lebih baik. Sayangnya kebanyakan pemerintah lebih melindungi laba perusahaan daripada melindungi rakyatnya. Bila perusahaan memandang standar keselamatan sebagai biaya yang tak terhindarkan, dan bukannya sebagai suatu bentuk tanggung jawab, maka hal ini akan memicu adanya ketidakadilan atas lingkungan dan mengarah pada tragedi lingkungan. Pemerintah harus mengubah prioritasnya untuk melindungi semua orang, terutama mereka yang paling rentan.
- Mengubah cara industri memproduksi sesuatu. Pabrik Union Carbide di Bhopal membuat pestisida untuk mengendalikan hama tanaman pangan. Tapi sebenarnya ada banyak cara lain untuk mengendalikan hama dibanding menggunakan bahan kimia. Malahan, cara lain lebih aman dan merupakan cara yang lebih berkelanjutan untuk dilakukan dibanding menggunakan bahan kimia. Mengapa industri dibolehkan meracuni kita sementara kita tidak boleh menentukan cara untuk memproduksi sesuatu?
Resiko yang dapat diterima? Bagi siapa?
Industri dan pemerintah seringkali melakukan pembenaran bagi resiko kerusakan lingkungan, bahkan untuk tragedi seperti yang terjadi di Bhopal, dengan mengatakan bahwa sejumlah resiko tertentu dapat diterima sebagai “biaya pembangunan”. Biasanya ini berarti bahwa masyarakat yang paling sensitif terhadap perubahan dikorbankan demi kelangsungan keuntungan yang biasa diperoleh perusahaan. Untuk sebagian besar masyarakat, hal ini tak dapat diterima. Mengejar keuntungan bukanlah pembenaran untuk melakukan begitu banyak kerusakan dan pelanggaran hak-hak masyarakat untuk hidup sehat dalam lingkungan yang sehat.
Jika perusahaan Union Carbide atau pemerintah India sudah menjalankan prinsip-prinsip pencegahan, mungkin tragedi gas beracun di Bhopal tidak akan terjadi.
Menuntut tindakan pencegahan
Tindakan pengamanan dapat mengurangi kerusakan. Tetapi meski tindakan pengamanan dilakukan, selalu ada saja resiko di pabrik-pabrik industri. Jika resiko ini tak dapat dihindari, maka paling tidak resiko ini harus dibagi rata dan jangan berdampak hanya pada kaum miskin.
Dalam jangka panjang, sektor industri harus dikelola sedemikian rupa agar keamanan dan keberlanjutan industri dinilai lebih tinggi daripada keuntungan yang besar. Untuk mencapai ini, kita harus menuntut perusahaan untuk bekerja lebih aman dari biasanya, dan bahwa pemerintah harus membuat mereka bertanggungjawab dengan menyusun dan menegakkan peraturan yang mengutamakan kesehatan dan lingkungan. Satu cara untuk meningkatkan keadilan lingkungan bagi semua orang adalah dengan menuntut para pemimpin kita dan mereka yang berkuasa untuk membuat keputusan berdasarkan prinsip tindakan pencegahan.
Menuntut pencegahan! | |
Pabrik yang berasap... | ... dapat berubah menjadi senjata yang berasap. |